Prom Night [Cerpen]
Tahun ajaran
telah selesai. Masa putih abu-abu sudah saatnya menjadi masa lalu. Kini saatnya
mereka mempersiapkan diri guna bertindak nyata untuk masyarakat. Namun,
perpisahan harus dirayakan, dong? Supaya mereka sempat mengucap secuil
kata-kata kepada orang tercinta.
“Menurut kamu,
warna hitam atau putih yang cocok dipakai minggu depan?”
“Yuk,
nge-mall, yuk.. Aku mau beli long-dress.”
“Kira-kira doi
mau nggak ya gue ajak bareng ke pesta?”
“Kira-kira si
itu bakal ngajak aku nggak, ya?”
Percakapan itu
ribuan kali mendengung di telinga Raka. Teman-temannya sungguh rempong. Ia tak
habis pikir mengapa momen prom night
ini menjadi begitu sulit.
“Gimana, Ka?
Bakal ngajak Tata kan lo?” seru Arif mengambil alih perhatiannya.
Ah, Tata.. Pikiran Raka membayangkan
gadis manis berlesung pipit, dengan tinggi semampai dan bodi aduhai yang sudah
lama ditaksirnya itu...
“Jadi lo belum
ngajak dia?” tanya Arif yang disusul muka panik Raka. “Gue nggak berani, Rif.”
“Cemen, lo.
Atau gue aja yang ngajak doi?”
Mata Raka
membelalak. “Awas lo! Gue cemplungin ke Samudra Hindia kalo lo khianatin gue!”
Kemudian Arif hanya mesem yang di mata Raka justru kelihatan seperti muka menahan
boker.
“Regi aja udah
dapat pasangan masa’ lo belum.”
“Regi yang
pendiam dan selalu duduk di meja paling depan itu?
“Iya. Kayaknya
dia melancarkan jurus peluang kayak di buku ekonomi, deh.”
Tak ayal, Raka
meyakinkan diri untuk mengajak Tata ke prom
sepulang sekolah.
“Hai, Ta..”
sapa Raka gugup saat berpapasan dengan Tata di gerbang sekolah. Tata hanya
tersenyum seperti biasa. Ia memang jarang menanggapi sapaan Raka dengan sapaan
balik. Entah karena muka Raka yang seperti maling ayam, atau memang Tata
menderita sariawan.
“Besok ke prom sama gue, yuk!” Raka to the point.
Muka Tata
langsung menunjukkan reaksi yang tak disangka. Alisnya bertaut, namun matanya
melotot sebelah. Hidungnya kembang-kempis kemudian mimisan. Telinganya
bergerak-gerak. Hingga membuat pembaca menirukan reaksinya. Kemudian ia
menutup mulutnya, lalu berlari menuju kamar mandi sekolah.
Raka bengong.
Di sela-sela kebingungannya, terdengar suara kretak hatinya. Ia langsung berjalan pulang dengan wajah lesu. Diteleponnya
Arif, sahabatnya.
“Men, gue
ditolak.”
“Wah, gue turut berdua buat lo.”
“Nggak ada
yang mati, Rif..”
“Ah, lo konslet. Ya udah, gue bantuin lo.
Gue cariin pasangan buat lo, mau nggak?”
“Serius, Bro?
Siapa namanya?”
“Nanti gue minta tolong sama Fira. Anak
kelas C.”
“Kok gue nggak
kenal ya? Tapi dari namanya aja keliatan cakep. Oke deh. Makasih ya!”
Teleponpun
ditutup dan Raka sejenak lupa akan kegalauannya.
***
Pukul
5 sore Raka sudah siap dengan jas hitamnya. Ia terlihat sumringah. Ia berdiri
di depan pintu gedung menunggu gadis yang bernama Fira.
“Raka,
ya?” tanya seseorang dengan kemeja putih dan celana jeans hitam. Rambutnya cepak.
Raka merasa pernah melihat orang ini, tapi entah di mana. Tunggu.. tadi
suaranya seperti.. perempuan.
“Iya,
gue Raka. Lo siapa? Murid sini juga?”
“Iya,
gue murid sini. Gue Fira.”
“Oh,
Fira. Hai.”
“Hai.”
“...”
5
abad kemudian..
“Tunggu..
Nama lo tadi?”
“Fira.”
“Berarti
lo pasangan gue, dong? Disuruh Arif, kan?”
“Betul.”
“Kok..”
Raka melihat sosok di hadapannya dari ujung rambut ke ujung kaki. Tidak
terlihat feminin-femininnya. Bahkan di kakinya terpasang sepatu sneaker. “Dandanan
lo? Kok nggak pakai gaun? Heels lo ke
mana? Lo abis dirampok?” Raka panik.
“Nggak.
Gue nggak suka pakai itu semua.”
“Lha?
Terus? Masa gue dansa sama cewek yang kelihatan cowok?” Raka mulai berkeringat.
Bedaknya luntur.
“Ya
udah kalau nggak mau. Gue emang mendingan makan daripada dansa,” jawab Fira
enteng. Lalu Fira pergi begitu saja, meninggalkan Raka yang matanya hampir
keluar, menuju meja prasmanan.
Tak
jauh dari Fira, terlihat Tata melenggang dengan anggun. Gaun merah ketat
selututnya menampilkan pinggulnya yang sangat ingin Raka peluk saat dansa.
Kakinya yang jenjang ditopang wedges
dengan warna senada. Lalu, seorang laki-laki dengan jas hitam seperti miliknya menyodorkan
segelas minuman padanya.
Tunggu..
Itu seperti.. Regi?!?
Ah,
sudahlah.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan alur cerita tidak disengaja.
Diikutsertakan dalam giveaway buku Lope-Lope Kak Rama :p
Komentar
Posting Komentar
Berkatalah yang baik atau diam.